Seorang Wanita Ghost Writer yang Menulis Surat Cinta, dan “Itu”.
Malam adalah milik orang dewasa. Setidaknya, itulah yang
aku pikirkan. Seperti orang normal, sebelumnya aku pernah begadang, tetapi aku
tidak akan berkeliaran di jalanan atau pergi keluar untuk bermain dengan
teman-teman. Terlebih lagi setelah datang ke dunia ini.
Ini bukanlah dunia
tempat aku dilahirkan. Ini bukan bumi atau Jepang. Aku tidak tahu apakah dunia
ini adalah sebuah planet seperti bumi. Bulan akan terbit di malam hari, dan
matahari terbit di siang hari, dan aku bisa melihat bintang-bintang. Jadi,
seharusnya terdapat tata surya dan galaksi. Tapi mungkin aku akan menemukan
tebing di sisi laut dan menyadari bahwa dunia ini sebenarnya ditopang oleh
kura-kura... Itu juga merupakan suatu kemungkinan.
Bagaimanapun juga,
ini adalah dunia yang berbeda. Ada orang yang memiliki telinga binatang, sayap
atau wajah seperti harimau. Beberapa di
antaranya sebenarnya merupakan keturunan dari naga. Di bawah kota terdapat
Labirin yang tak berdasar, dan para petualang akan bertarung melawan monster di
sana dan menantang kedalamannya.
Akal sehatku tidak
berguna di tempat ini. Budaya dan adatnya benar-benar jauh berbeda.
Pada suatu hari, aku tiba-tiba
datang ke dunia ini. Aku sedang berjalan normal di sepanjang jalan, dan
terjatuh ke dalam semacam lubang. Ketika aku sadar, aku telah berada di
dunia ini. Aku tidak tahu bagaimana caraku untuk kembali, dan aku tidak bisa
berbaur dengan mudah, serta harus bekerja untuk mencari nafkah.
Hari ini, pelanggan juga
mengunjungi Café pada larut malam.
“Format untuk dokumen
resmi sudah ditetapkan, jadi Kamu bisa memalsukannya dengan mudah jika Kamu
sudah terbiasa dengan dokumen tersebut.”
Onee-san yang duduk
di konter berkata seperti itu.
“P-Pemalsuan?”
Aku jarang mendengar
istilah itu, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
“Ya, Pemalsuan. Tapi
itu benar-benar menakutkan jika aku terekspos, jadi aku tidak pernah melakukan
hal itu!”
Dia mengepalkan
tinjunya dan berkata dengan tegas. Matanya terbuka lebar dengan sudut-sudutnya
yang terkulai memberikan kesan yang lembut. Tetapi bagian bawah matanya
tertutupi oleh lensa kacamata yang tebal.
“Erm, Celine-san.”
“Ya?”
“Bisakah aku bertanya
lagi tentang profesimu?”
Aku bertanya dengan
hati-hati. Celine-san memiringkan kepalanya sejenak sebelum menepuk tangannya.
“Oh, maaf jika aku telah menimbulkan kesalahpahaman. Tidak apa-apa, aku bekerja di pekerjaan yang legal. Aku adalah seorang Ghost Writer.”
“Ghost Writer?”
Ini adalah pertama
kalinya aku mendengar tentang pekerjaan seperti itu.
“Nah, ada orang yang
tidak bisa menulis tetapi masih ingin mengirim surat, kan? Tugasku adalah
menulis surat atas nama mereka.”
“Oh, aku paham.”
Semua orang di Jepang
bisa menulis, yang tampaknya sudah jelas karena mereka telah belajar di
sekolah. Tetapi tidak ada pendidikan wajib di dunia ini. Ada akademi yang
besar, tetapi hanya sejumlah kecil siswa yang dapat belajar di sana. Banyak
orang yang buta huruf, dan komunitas ini dibangun dengan mempertimbangkan hal
itu, sehingga bahkan orang yang buta huruf seperti aku pun bisa hidup normal di
dunia ini.
“Biasanya surat-surat
itu berisi tentang apa?”
“Kebanyakan yang aku
tulis adalah surat cinta. Para karyawan wanita dari toko-toko dan rumah-rumah
mewah akan mendekatiku ketika mereka memiliki waktu untuk mengirim surat kepada
orang-orang yang mereka sukai. Terkadang, mereka akan memintaku untuk
membacakan surat-surat yang mereka terima.”
“Aku mengerti, surat
cinta, ya.”
“Aku harus menulis
banyak kalimat manis setiap hari, yang membuatku merasa bahagia.”
Celine-san tersenyum
kecut. Dia terlihat baik dan lembut. Dia mengatakan bahwa dia selalu menulis
surat cinta, yang membuatnya lebih sulit untuk mengaitkannya dengan
“pemalsuan”.
Aku menanyakan hal
itu kepadanya, dan dia berkata kepadaku sambil tersenyum canggung.
“Pemalsuan adalah hal
yang biasa bagi para Ghost Writer. Misalnya, surat rekomendasi untuk bertemu
dengan pejabat, atau surat permohonan. Pemalsuan itu sudah menjadi seperti
budaya.”
Budaya pemalsuan...
Kedengarannya luar biasa.
Aku pura-pura melihat
sekeliling toko yang sepi, lalu bersandar di dekat Celine-san.
“Erm... apakah bisnis
pemalsuan itu sangat menguntungkan?”
Celine-san ikut
bermain dan mencondongkan tubuhnya mendekat lalu menjawab dengan pelan.
“Ini sangat, sangat
menguntungkan. Dan para Ghost Writer tidak akan dimintai pertanggungjawaban,
jadi semua orang ingin melakukannya.”
“Tapi kamu tidak seperti
itu kan, Celine-san?”
“Yah begitulah, karena
akan sangat menakutkan untuk menjadi sasaran orang yang berkuasa. Aku lebih
memilih kehidupan yang tenang, pernikahan yang normal dan kemudian menjalani
kehidupan yang damai.”
Aku mengangguk
dalam-dalam, setuju dengan apa yang dikatakannya. Damai dan tenang, betapa
indahnya kata-kata itu. Aku juga
menginginkannya.
“Namun...”
Celine-san menghela
nafas.
“Aku tidak bisa
mengatakan hal itu jika aku tidak memiliki uang.”
Wajahnya yang
melankolis lebih suram daripada awan gelap sebelum badai.
Aku bisa berempati
dengan hal itu, dan mengangguk dengan enggan. Café ini beroperasi hingga larut
malam, dan tidak menghasilkan banyak uang. Aku mendapatkan banyak uang ketika
para turis pertama kali membanjiri tempat ini, jadi aku bisa mampu buka hingga
larut malam, tanpa uang itu, aku mungkin tidak akan bisa tetap tenang. Aku
masih memiliki pelanggan hingga larut malam, tetapi pendapatannya tidak bisa
dibandingkan dengan jam operasional di siang hari.
Celine-san dan aku
sama-sama menghela nafas.
Kamu bisa membeli apa
saja dengan uang— aku tidak ingin berpikir seperti itu, tetapi Kamu akan merasa
tidak aman tanpa uang, dan ada masalah yang tidak dapat Kamu selesaikan tanpa
uang.
Tetapi kami berdua
yang tertekan tidak akan membantu apa pun. Jadi aku memanaskan Coffee Maker untuk mengubah suasana hatiku.
“Cafe au lait yang
biasa?”
“Oh ya. Tolong tambah
susunya.”
Celine-san selalu
meminta lebih banyak susu dan sedikit gula. Dia menyukai kopinya dengan rasa
yang lebih ringan. Belakangan ini aku menyeduh Kopi untuk orang tertentu setiap
harinya, sehingga sekarang aku bisa dengan cepat mengingat preferensi
pelangganku.
Ketika air mendidih,
Celine-san mengeluarkan beberapa amplop dari tempat duduk di sampingnya. Dia
meletakkan amplop-amplop itu di atas meja, lalu mengambil satu amplop dan
mengeluarkan kertas di dalamnya.
“Sebuah surat?”
“Ya.” Celine-san
mengangguk. “Selain menjadi Ghost Writer, aku juga membantu mengirim dan
menerima surat. Tidak nyaman bagi pelangganku yang tinggal di toko untuk
menerima surat, dan juga terdapat surat-surat yang memerlukan privasi lebih.”
Jadi ada situasi
seperti itu juga, aku mengangguk setuju.
“Yang ini harus
dikirim. Aku yang menulisnya, jadi aku perlu memeriksa kesalahan ketik dan
alamatnya sebelum mengirimkannya.”
Dia kemudian
mengarahkan pandangannya pada surat itu, senyum tipis di bibirnya dan matanya
lembut terlihat di balik lensa matanya.
Ketika aku menuangkan
Café au lait ke dalam cangkir, dia telah membacanya sekali. Lalu dia melipatnya
dengan hati-hati dan mengembalikannya ke amplop.
“Kamu terlihat sangat senang.”
Aku bertanya ketika
aku menyajikan cangkir kepada Celine-san, yang membuatnya menjadi kaku.
“Benarkah? Tapi
mungkin saja memang begitu.”
Dia menyesap Café au
lait yang masih mengepul, lalu meletakkannya dengan lembut.
“Setiap kali aku
membaca kata-kata ini, aku akan mengingat apa yang terjadi ketika aku
menulisnya. Seperti bagaimana cara pelangganku berbicara, atau ketika mereka
menjadi malu-malu dan terbata-bata. Jika aku bisa mengubah perasaan mereka dan
rasa malunya ke dalam kata-kata dan mengirimkannya, itu akan sangat bagus. Aku
sering memikirkan semua itu.”
“Itu pemikiran yang bagus.”
“Penerima akan
membaca kata-kataku, tetapi isi dan perasaannya bukanlah milikku. Namun, bagian
itu akan benar-benar hambar jika aku melakukan itu... Jadi aku akan jatuh cinta
ketika aku menulis kata-kata itu, tetapi itu hanya terjadi ketika aku sedang
menulis.”
Celine-san tersenyum
malu.
“Hanya ketika Kamu
sedang menulis?”
“Ya. Aku akan
merasakan kata-kata pengirimnya, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang akan aku
ucapkan sendiri. Dengan begitu, secara alami kata-kata itu akan menjadi lebih
lembut.”
Celine-san tersenyum.
“Tetapi itu hanyalah
angan-anganku semata.”
Aku menggelengkan
kepalaku dan tersenyum padanya.
“Tidak ada hal
seperti itu, aku pikir itu adalah pemikiran yang luar biasa. Sebelumnya aku
tidak pernah berpikir bahwa kata-kata itu memiliki perasaan.”
“Oh, itu tidak
benar,” Celine-san mengibaskan tangannya untuk menyangkal. “Aku hanya melakukan
pekerjaanku, tapi aku tidak yakin itu adalah hal yang benar. Itu hanyalah untuk
kepuasanku sendiri.”
“Kepuasan diri juga
tidak masalah. Jika aku ingin menyewa ghostwriter, aku akan mencari ghostwriter
yang menghargai kepuasan dirinya sendiri.”
Celine-san
mengalihkan pandangannya dan menggigit bibirnya, seakan-akan dia sedang menahan
senyumnya. Dia terlihat gelisah dan meraih sehelai rambutnya lalu menariknya ke
depan bahunya.
“...Kamu pandai
bicara, penjaga toko. Onee-san tersipu malu.”
“Aku hanya mengatakan
apa yang ada dalam pikiranku.”
Aku juga tersenyum
dan kemudian merasa malu ketika aku melihat betapa malunya dia, Apakah kalimatku
barusan terlalu sok? Semua pelanggan di sini memiliki kepribadian yang kuat,
sehingga standarku tentang apa yang normal menjadi tidak jelas. Aku perlu lebih
memperhatikan sekitarku.
“Ahem.” Celine-san
terbatuk-batuk dan membaca surat-surat lainnya.
Aku melanjutkan merapikan
kabinet dan berhenti mengganggunya.
Toko ini sangat sepi.
Tidak ada kicauan burung atau suara bising dari para pejalan kaki yang biasanya
terdengar di siang hari. Suara sesekali terdengar dari pejalan kaki yang mabuk dan
mengobrol sambil berjalan, lalu suara tawa yang keras dari bar di kejauhan. Bahkan
suara-suara itu akan memudar seiring berjalannya waktu.
Saat aku
menggantungkan lentera dan memulai jam operasional di malam hari, aku merasa
Café ini seperti tempat persembunyian yang terpencil. Terkadang mereka yang mampir
ke sini memiliki kepribadian yang unik atau masalah di dalam hati mereka. Nenek
Bonnie melabeli mereka sebagai “tidak senonoh”, dan aku merasakan persahabatan
dengan mereka.
Aku bisa mendengar
suara gemerisik kertas, suara aku memasukkan barang-barang ke dalam kabinet,
dan bunyi lonceng dari pintu.
Ada seorang
pelanggan. Aku berbalik untuk melihat dan sesosok dengan tubuh kecil mulai memasuki
toko.
“Oh, ternyata Tize.
Selamat datang.”
“......Selamat
malam.”
Itu adalah gadis yang
aku temui di tengah hujan beberapa hari yang lalu. Dia memiliki rambut putih
bersih dan tidak berwarna, serta sayap kecil di punggungnya. Jika dilihat dari
penampilannya, dia berusia sekitar 13 tahun, maka dia adalah pelanggan termuda
yang datang berkunjung pada jam ini.
Tize dengan
takut-takut mendekati konter, kemudian dia duduk dua kursi dari Celine-san.
“Apakah Kamu terkena
flu akibat hujan kemarin?”
“Tidak, aku baik-baik
saja.”
“Itu bagus, apa yang
ingin kamu pesan?”
Sebelum Tize
menjawabnya, sebuah suara terdengar dari samping.
“Erm, jadi kamu
Tize?”
Aku terkejut, tetapi
Tize lebih terkejut dari diriku. Dia berkedip pada Celine-san.
“Y-Ya......”
Celine-san tersenyum
malu, lalu melambaikan tangannya.
“Maaf telah membuatmu
takut. Aku bukan orang jahat, Nenek Bonnie sudah bercerita banyak tentangmu.”
“Nenek Bonnie?”
Aku mencari-cari
ingatanku, dan aku ingat sebelumnya Nenek Bonnie pernah berbicara dengan
Celine-san.
“Dia bilang dia akan
kembali pada hari ini, dan jika seorang anak bernama Tize datang, dia memintaku
untuk mentraktir gadis itu secangkir Kopi, dan bahkan dia memberiku uang untuk
itu.”
Dia bertingkah
seperti nenek yang baik lagi, tapi itu juga salah satu gaya dari Nenek Bonnie.
Tize memandang kami
dengan linglung, tidak dapat mengikuti apa yang kami katakan. Dia akhirnya
tersadar, dan menggelengkan kepalanya:
“Aku tidak mau
menerimanya, aku tidak akan mau memakai uang itu. Aku baik-baik saja.”
“Tapi Nenek Bonnie
telah memberiku uang ini, jadi demi Onee-san ini, bisakah kamu menerimanya? Kalau
tidak, Nenek Bonnie akan menyalahkanku.”
Celine-san berkata
dengan wajah yang gelisah. Tidak banyak orang yang bisa menolak rayuannya.
Tize menatapku dengan
mata memohon.
“Erm, Nii-san, apa
yang harus aku lakukan......”
Melihat dia
mengerutkan alisnya, aku tidak bisa menahan senyumku.
“Kalau begitu,
lakukan saja seperti yang diminta Nenek Bonnie. Dan berterima kasihlah
kepadanya jika Kamu bertemu dengannya.”
Tize menundukkan
kepalanya dan ragu-ragu untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk.
“Nee-san, erm, terima
kasih.”
Dia kemudian
membungkuk sopan pada Celine-san.
“Oh, tidak apa-apa,
jangan pedulikan itu. Aku hanya menghabiskan uang atas nama Nenek Bonnie.”
Celine-san
melambaikan tangannya dengan panik.
Sungguh pemandangan
yang harmonis. Nenek Bonnie mengambil dompetku lagi hari ini, dan kemudian dia
pergi setelah meminum Kopi gratisnya, tetapi dia meninggalkan uang untuk
mentraktir Tize minum. Dia benar-benar peduli pada Tize, tapi aku berharap dia
akan meninggalkan kebaikan untukku juga.
Aku menyiapkan Coffee
Maker dan mulai menyeduh kopi,
“Aku Celine, senang
bertemu denganmu.”
“Aku, Tize. Senang
berkenalan denganmu.”
“Berapa umurmu,
Tize?”
“Erm, aku 13 tahun.”
“Mudanya...”
Aku mendengar
Celine-san berkata dengan suara gemetar.
“Bagaimana denganmu,
Celine-san? Usiamu dua kali lipat dari Tize, kan?”
“Tidak bisakah kamu
tidak berbicara seperti itu, pemilik toko? Kata-katamu itu menyakiti hatiku...”
Dengan itu,
Celine-san memegang pelipisnya.
Tize menatapnya
dengan khawatir.
“......Apakah kamu
merasa tidak sehat?”
“Tidak apa-apa, Tize.
Terkadang, orang dewasa terkejut bukan kepalang oleh usia mereka sendiri.
Terutama ketika mereka mengetahui usia anak-anak.”
“Tolong jangan
menjelaskannya dengan begitu detail, oke?”
Celine-san menuntut
dengan suara yang rendah.
“......?”
“Tidak apa-apa. Suatu
hari nanti Kamu akan mengerti, Tize... Bagaimana denganmu, pemilik toko?”
Aku menyadari bahwa
Celine-san sedang menatapku di balik lensa kacamatanya.
“Aku tidak keberatan
memberitahumu, aku bahkan belum berusia 20 tahun—“
“—Itu sudah cukup,
terima kasih. Aku tidak akan bertanya lebih jauh lagi.”
Celine-san memotong
pembicaraan, melepas kacamatanya lalu menutupi matanya dengan telapak
tangannya.
Dia bergumam,
“Ughh...... kenyataan itu sangat kejam... Sejak kapan aku menjadi setua ini......” dan
sejenisnya. Bagaimana rasanya menjadi lebih tua bukanlah sesuatu yang bisa Aku
dan Tize bayangkan.
Tize mengangkat
tangannya di depannya, dia ingin meraih Celine-san tetapi menghentikan dirinya
sendiri. Dia mengulanginya beberapa kali, dia bertanya-tanya apakah dia harus
berbicara dengan Celine-san atau tidak. Dia kemudian mengalihkan pandangannya
yang menggemaskan ke arahku.
Aku menggelengkan
kepalaku dengan lembut, dan dia berhenti bergerak dengan wajah yang terkejut.
Menyerahlah, Tize. Tidak
ada gunanya bagi kita untuk menghiburnya jika itu berhubungan dengan usia...
Setelah ragu-ragu
untuk sementara waktu, Tize mengambil keputusan dan berkata kepada Celine-san.
“Nee-san, masih
muda.”
Aku merasa sulit
untuk percaya bahwa itu adalah suara Tize. Rasanya lebih dekat ke piano atau alat musik dari dunia lain. Aku
terpesona oleh suaranya, dan bahkan lupa untuk memahami isinya. Celine-san
pasti merasakan hal yang sama saat dia menatap Tize dengan linglung. Setelah
jeda yang lama, dia menyadari bahwa dia terpesona oleh suara itu, dan tertawa
terbahak-bahak.
“Oh, aku membuat
seorang anak yang lebih muda dariku menjadi khawatir. Tidak apa-apa, Onee-san
baik-baik saja! Terima kasih.”
“S-Sama-sama ...”
Wajah Tize berubah
menjadi merah padam. Ekspresi wajahnya yang lembut itu memberikan kesan cantik
dan imut, membuat Celine-san dan aku terkesiap.
Aku menahan
keinginanku untuk menatapnya dan menuangkan Kopi yang sudah diseduh ke dalam
cangkir, lalu menyajikannya kepada Tize. Tize kemudian membungkuk dan berterima
kasih kepadaku.
Wajah Tize masih
merah, tetapi dia tampak terpesona oleh Kopi, dan tidak peduli dengan hal-hal lainnya.
Tetapi cara dia memegang cangkir dengan kedua tangannya tampak seperti dia menutupi
wajahnya dengan cangkir itu. Jelas sekali bahwa dia sedang menyembunyikan rasa
malunya.
Celine-san juga bisa
mengetahui hal itu, dan berkata kepada Tize dengan senyuman yang lembut:
“Suara Tize sangat
bagus, Onee-san terkejut.”
Tangannya sedikit
gemetar. Tize tidak bergerak, dan wajahnya berubah menjadi kaku.
“Tidak... itu tidak
benar.”
Alih-alih bersikap
rendah hati, itu terdengar lebih dekat dengan penolakan. Dia terdengar tegang
dan tampak gelisah.
Celine-san melihat
hal itu dalam waktu singkat, tetapi itu bukan karena usia atau pengalamannya.
“Oh benar. Tize,
bisakah kamu membantu Onee-san? Onee-san akan berterima kasih!”
Dia berkata kepada
Tize dengan nada ceria.
Dia tidak menekan
masalah ini atau meminta maaf atas pertanyaan sebelumnya, dan malah mengganti
topik pembicaraannya. Hal ini hanya mungkin terjadi pada mereka yang penuh
perhatian dan pandai berurusan dengan orang lain. Seperti yang diharapkan dari
Celine-san.
“Membantu?”
Tize menatap
Celine-san dengan bingung, tidak mengerti apa maksudnya itu.
“Sebenarnya, Onee-san
menginginkan seorang kekasih...”
“Tidak, kamu terlalu
nyata di sini, apa yang kamu tanyakan kepada seorang gadis berusia 13 tahun?”
Aku tidak bisa
menahan diri untuk membalasnya.
“Aku serius, pemilik
toko.”
“Itu hanya akan
membuat suasana hati menjadi lebih berat. Topik cinta untuk orang dewasa tidak
romantis sama sekali.”
“Ya, pertama, Kamu
harus meningkatkan peluang untuk bertemu dengan orang lain.”
“Kamu menjawab dengan
serius!? Tize, kamu benar-benar setuju dengan ini!?”
Tanpa diduga, Tize
memberikan jawaban yang serius. Aku terkejut.
Kacamata Celine-san
berkilauan, dan dia berdiri dan dengan cepat duduk di samping Tize.
“Itu benar! Aku tidak
bisa bertemu orang yang tepat dengan pekerjaanku...! Klienku kebanyakan wanita
atau pria tua yang tidak menarik yang sesekali memintaku untuk memalsukan
dokumen!”
“Kamu terlalu
terlibat dalam ini......”
Tidak, aku sebenarnya
bisa berempati, bagi Celine-san, ini adalah masalah yang besar. Tetapi, seorang
wanita dewasa berusia dua puluh tahun yang meminta nasihat dari seorang gadis
berusia tiga belas tahun tidaklah benar. Sebagai Master Café, aku
bertanya-tanya apakah aku harus menghentikannya atau tidak.
“Erm, pria seperti
apa yang kamu sukai?”
Tetapi Tize
melanjutkan dengan serius. Dia ingin menyelesaikan masalah Celine-san. Ketika aku
berusia tiga belas tahun, aku tidak pernah memikirkan tentang percintaan. Aku
asyik dengan permainan kartu pertempuran dengan teman-temanku, dan video game
yang dijual. Ada pepatah yang mengatakan bahwa perempuan secara mental lebih
tua, dan aku memang pernah melihatnya sebelum ini.
“Hmm......”
Celine-san menopang dagunya dengan telapak tangannya. “Pertama, dia harus
memiliki pekerjaan yang stabil. Dia harus lembut dan memahami pekerjaanku.
Dan... Aku tidak terlalu mempermasalahkan penampilannya, tapi dia harus bersih
dan higienis!”
“Aku mengerti......”
Tize mengangguk. “Apakah ada orang yang seperti itu di sekitarmu?”
“Tidak ada sama
sekali. Menjadi Ghost Writer tidak membantu kehidupan cintaku.”
Seorang wanita dewasa
dan seorang gadis yang tidak lebih tinggi dari kursi. Keduanya sedang berbicara
tentang cinta seperti teman seumuran, dan keduanya memiliki wajah yang serius.
Aku tidak bisa
menertawakan mereka atau bergabung dalam percakapan mereka, jadi aku memutuskan
untuk tetap berada di pinggir lapangan dan memeriksa stok bumbu. Seorang kurir
bernama Shilulu biasanya akan mengantarkan barang-barang yang aku butuhkan,
tetapi dia sangat sibuk saat ini, dan dia jarang mampir daripada sebelumnya.
Jadi aku harus membeli sendiri barang-barang itu.
Sementara aku membuka
lemari dan memeriksa stoples bumbu, percakapan mereka tidak berhenti sama
sekali. Pada dasarnya Celine-san dan Tize yang bertanya.
“Benar, jadi aku bisa
melakukannya dengan cara itu...!”
Celine-san tiba-tiba
berkata dengan keras. Aku menoleh ke arahnya secara refleks, dan mendapati dia
menatap tepat ke arahku. Tatapan kami terkunci begitu saja. Dia kemudian
tersenyum licik dan melambaikan tangan padaku. Aku tidak ingin pergi jika aku
bisa menolongnya, tetapi tidak ada ruang untuk berlari di toko yang kecil ini.
“......Ada yang bisa aku
bantu?”
“Pemilik toko,
bisakah Kamu tidak menunjukkan wajah enggan itu kepadaku?”
Celine-san tersenyum
kecut dan melambaikan tangan padaku. Dia tampak seperti ibu rumah tangga
tetangga... Tidak, lebih baik aku hentikan pemikiran itu.
“Sebenarnya, Tize
baru saja memberitahuku ide yang bagus.”
Aku melihat ke arah
Tize ketika dia mengatakan itu. Tize mengelak dan mengalihkan pandangannya.
“Penjaga toko, apakah
ada orang baik di antara para pelangganmu?”
“......Yang artinya,
kamu ingin aku memperkenalkan mereka kepadamu?”
“Betul sekali!”
Celine-san mengangguk
dengan tegas. Aku mengerti, dia akan menggunakan metode itu. Hal ini biasa
terlihat di Jepang. Ibu-ibu tetangga yang usil akan menyelidiki orang-orang
lajang tentang apa yang mereka pikirkan tentang orang lajang lainnya. Orang
modern tidak terlalu menyukai perilaku seperti itu, tetapi banyak pernikahan
yang terjadi karena itu, jadi di era ini di mana ada kesempatan terbatas untuk
bertemu orang, mereka memainkan peran yang penting. Tetapi aku tidak pernah
membayangkan bahwa aku akan memainkan peran itu suatu hari nanti.
“Aku mengerti......”
Apakah benar-benar
ada pelanggan yang kebetulan memenuhi persyaratannya? Aku mulai berpikir.
Celine-san dan Tize menatapku dengan mata penuh harap. Itu hanya akan
menyusahkanku lebih jauh.
“Weland-san baru saja
menikah. Ject bilang dia terlalu sibuk dengan pekerjaan... Aku ingin tahu
apakah Monte sudah menikah atau belum......”
Aku berpikir tentang
bos perusahaan yang sedang naik daun itu, mungkin dia adalah pasangan
pernikahan yang ideal.
Memikirkannya dengan
hati-hati, aku menyadari bahwa ada beberapa kandidat yang bagus di antara para
pelangganku.
“Aku bisa memikirkan
beberapa orang.”
“Betulkah?”
Wajah Celine-san
menjadi cerah.
“Namun, mereka semua
adalah pelanggan di siang hari.”
“...Siang hari?”
Tize memiringkan
kepalanya dengan bingung.
“Sebenarnya, jam
operasional malam hari hanya bersifat sementara. Seperti yang Kamu ketahui,
Songstress sedang berada di kota ini, kan? Jadi, ada banyak turis di siang hari.”
Setelah mengatakan
itu, Tize tiba-tiba menurunkan pandangannya. Dia menjepit kedua tangannya di
antara pahanya, yang membuatnya terlihat lebih kecil.
“Begitu... Tapi aku
tidak bisa datang di siang hari.”
Celine-san
memutar-mutar rambutnya dengan satu jari dan menghela nafas.
“Erm...... Maaf.”
“Oh, k-kamu tidak
perlu meminta maaf, Tize! Aku yang harusnya meminta maaf karena menanyakan
masalah yang rumit seperti itu.”
“Tidak, tidak
apa-apa.”
Tize menundukkan
kepalanya dengan cemberut lagi. Celine-san melihat sekelilingnya dengan panik
dan mencoba menemukan topik baru. Inspirasinya muncul, dan tatapannya tertuju
padaku.
“Oh benar, Tize,
apakah kamu lapar? Toko ini memiliki banyak makanan aneh!”
“Bisakah kamu tidak
menyebut mereka aneh?”
“Makanan... Aneh?”
“Seperti yang aku
katakan, mereka tidak aneh, hanya eksotis.”
“Ya, mereka mungkin
aneh, tapi rasanya enak.”
“Dengarkan apa yang aku
katakan.”
Celine-san bertindak
seolah-olah dia tidak mendengarku. Entah itu benar atau tidak, itu bukan
masalah, wanita lebih unggul di sini.
“Dengar, sebagai
ucapan terima kasih atas konsultasimu, Onee-san akan mentraktirmu sesuatu yang
enak.”
Tize ingin menolaknya
dengan takut-takut, tetapi Celine-san sudah mengangkat jari telunjuknya ke
arahku.
“Penjaga Toko, aku
memesan ‘itu’!”
“Apa yang kamu maksud ‘itu’? Ini
pertama kalinya aku mendengarnya.”
“Yang ‘itu’ loh, ‘itu’!”
Aku sama sekali tidak
mengerti. Selain itu, Celine-san mengatakan di masa lalu bahwa “Perutku akan
menjadi lembek jika aku makan di malam hari”, dan tidak pernah memesan makanan
apa pun sebelumnya.
Tapi aku tahu dia
mengatakan itu demi Tize. Jadi sebagai Café Master, aku harus menerima
permintaan nekat ini.
“Yang ‘itu’ ya, Baiklah.”
“Seperti yang
diharapkan dari pemilik toko!”
Menganggapnya sebagai
pujian, aku berjalan ke lemari es. Aku menerima permintaan itu, tapi apa yang
harus aku lakukan sekarang? Sudah selarut ini, dan pelanggannya adalah seorang
gadis. Dari awal, menu di toko ini memang sangat terbatas.
Aku melihat
buah-buahan di lemari es. Merah, bulat, lembut dan seperti anggur, dan rasa
asam seperti stroberi. Setelah melihatnya di pasar, aku membelinya untuk dijadikan
sarapan pagi. Selain itu, ada juga beberapa butir telur. Kedua hal ini
membentuk garis dalam pikiranku.
Aku mengeluarkan
telur— karena sudah larut malam, aku hanya mengambil dua butir telur. Dan
beberapa susu dan yogurt.
Pertama, aku
menyiapkan dua wadah, memecahkan telur dan memisahkan kuning telur dari putih
telurnya. Aku kemudian memasukkan putih telur ke dalam wadah dan menyimpannya
di lemari es untuk mendinginkannya. Langkah yang penting adalah membekukannya
dengan cepat.
Aku kemudian
menambahkan susu dan sedikit yogurt dengan kuning telur. Aku kemudian
mengeluarkan dua botol kecil dari ruang penyimpanan. Yang satu adalah tepung
rendah gluten, dan yang satunya lagi disebut “bread baking powder”. Aku bisa
memanggang roti yang lembut dan empuk dengan bubuk itu, dan aku menggunakannya
seperti baking powder.
Aku menyaring kedua
bubuk ini dengan hati-hati untuk menghilangkan kotorannya. Ini tidak seperti
dunia lama dengan kontrol kualitas yang berbatasan dengan histeria. Namun,
bahan-bahannya juga jauh lebih segar, jadi aku memutuskan untuk tidak
mempermasalahkannya.
Setelah penyaringan
selesai, aku menambahkan bubuk ke kuning telur, lalu mencampurnya menjadi
adonan yang lengket. Aku menyisihkannya, lalu mengambil putih telur yang sudah
menjadi es. Aku menaburkan gula ke dalam putih telur, lalu mengambil pengocok
dan menarik napas dalam-dalam. Betapa menyenangkannya jika aku memiliki mixer
listrik. Sayangnya, aku tidak punya, jadi aku harus mengandalkan diriku
sendiri.
Aku memasukkan
pengocok ke dalam kuning telur dan mengocoknya dengan cepat. Aku terus
mengocoknya dengan sekuat tenaga.
Swoosh swoosh swoosh.
Fiuh... aku akan...
istirahat sebentar...
“Nii-san, itu
terlihat sulit.”
“Benar, apa yang sedang
kamu lakukan, pemilik toko?”
“......? Bukankah
kamu yang mengatakan untuk membuat ‘itu’......”
“Itu benar. Yang ‘itu’!”
Dengan sorak-sorai
dari para penonton, aku mulai bergerak lagi. Swoosh swoosh swoosh.
Udara bercampur ke dalam putih telur dan mengubahnya dari cairan menjadi busa. Aku merasakan pencapaian yang luar biasa, tetapi juga kelelahan yang sangat kuat. Tanganku menjadi lebih lambat seiring berjalannya waktu, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga perlawanan. Namun, aku masih harus mengocoknya, sampai berubah menjadi meringue. Usahaku berubah menjadi gumpalan putih yang mengembang. Ketika aku menarik kocokan keluar dari mangkuk, kocokan itu meninggalkan ujung lancip yang indah di bagian atas, pertanda bahwa aku telah berhasil.
Aku menyendok sekitar
satu sendok teh kecil dengan pengocok, dan mencampurnya dengan adonan kuning
telur. Setelah tercampur sempurna, kemudian aku menambahkan sisa meringue. Jika
aku mengaduk dengan hati-hati tanpa merusak tekstur lembut dari meringue, aku
bisa mendapatkan adonan yang lembut. Adonan telur dan tepung yang mengembang
hingga sebesar ini sungguh luar biasa.
“Lihat, Tize!
Adonannya terlihat sangat lembut!”
“Apa itu... Menarik
sekali.”
“Apakah akan terasa
enak jika aku membenamkan wajahku ke dalamnya?”
“Mungkin...”
Jika memungkinkan,
aku harap kalian berdua tidak menyia-nyiakan usahaku.
Aku kemudian merebus
air dan membiarkan lengan kananku yang sakit beristirahat sejenak. Menambahkan
lapisan tipis minyak ke dalam panci, aku menaruhnya di atas api yang kecil.
Setelah memindahkan
adonan ke dalam panci, adonan yang menggembung masih bulat seperti puff. Aku
memotongnya menjadi empat bagian, menambahkan sedikit air panas dan menutupinya
dengan penutup. Suhunya tidak boleh terlalu panas ketika mengukusnya. Aku
memiringkan panci dan bisa mendengar air menguap dengan suara mendesing. Aku
merasa bersemangat mendengar suara itu, dan membayangkan bagaimana hasilnya
nanti.
Menilai bahwa itu
hampir selesai, saya membuka tutupnya dan uap mengalir keluar, diikuti oleh
aroma adonan yang dipanggang. Aku tidak bisa menahan senyum pada aroma ini.
“Baunya lezat, Tize!”
“......Ya!”
Bagian bawah adonan telah berubah menjadi cokelat keemasan seperti Shiba Inu. Lalu aku membaliknya, menambahkan air panas, dan menutupnya lagi.
Selagi dimasak, aku
membuka kulkas dan mengeluarkan buah-buahan dan memotongnya menjadi ukuran
sekali gigit. Akan sempurna jika ada krim kocok, tapi itu akan sulit di dunia
ini. Sungguh sangat disayangkan.
Aku membuka tutupnya,
dan disambut oleh benda bulat dan lembut. Benda itu tampak seolah-olah akan
bergoyang-goyang seperti puding.
Ini dimasak dengan
sempurna. Hal yang baik tentang mengukus di atas api yang lemah adalah
rendahnya kemungkinan kegagalan.
Aku menaruhnya di dua
piring, dan menambahkan buah di atasnya. Warna merah cerahnya benar-benar
memikat. Aku kemudian menambahkan madu dalam jumlah yang banyak.
Kemudian aku
menyajikannya dengan garpu di samping piringnya.
“Ini pesananmu. Sajian
Soufflé Pancake yang nikmat.”
Mata mereka
berbinar-binar saat mereka melihat pancake di hadapan mereka. Semua orang
menyukai makanan penutup yang lembut dan dibakar dengan indah.
“Apa ini, ini terasa
sangat lembut dan kenyal!”
Celine-san menusuknya
dengan garpu.
Tize menirukannya dan
mengambil garpunya.
“......!?”
Dia kemudian membuka
matanya lebar-lebar, tenggelam dalam sensasi lembut. Akan lebih baik untuk
tidak menyodoknya terlalu banyak, karena itu akan merusak penyajiannya.
“Soufflé berarti
mengembang. Meringue yang aku kocok dicampur bersama dengan adonan dan
dipanggang, memberikan tekstur yang tebal dan lembut yang biasanya tidak
mungkin terjadi...”
“—Ini benar-benar
lembut! Ini langsung meleleh di mulutku, Tize!”
“......!?”
“...Yah, kurasa kamu
tidak perlu penjelasanku.”
Mereka mengabaikan
aku sepenuhnya dan membenamkan diri mereka dalam Soufflé Pancake. Tidak, itu
tidak masalah. Makanan selalu menjadi pertunjukan utama, sementara sang koki
hanya memiliki kehadiran yang samar-samar.
“Hmm~! Sangat
membahagiakan!”
“......!!”
Celine-san
menyipitkan matanya sementara Tize terus mengangguk dengan pipi yang
menggembung. Melihat betapa bahagianya mereka makan, tangan kananku merasa
sangat puas.
Soufflé Pancake
biasanya disajikan sebagai sarapan, tetapi sarapan larut malam juga enak.
Aku mendengarkan
suara riang mereka dan mulai merapikan dapur.
“Oh, ini sangat cocok
untuk Café au lait!”
“......!?”
“Jadi cocok dengan
Kopi juga? Omong-omong, Tize benar-benar dewasa, meminum Kopi tanpa gula. Uwah,
wajah nakal itu...... Onee-san merasa ketinggalan jaman.”
Tize menepuk bahu
Celine-san. Mereka menjadi dekat setelah berbicara tentang cinta.
“Ughh... Aku tidak
pernah menyukai hal-hal yang pahit... Pemilik toko, beri aku satu Café au lait.
Tize, kamu mau juga?”
“......Ya.”
“Dan juga, tolong
beri Tize secangkir Kopi.”
“Ya, segera datang.”
Aku berhenti mencuci
piring dan menyiapkan Coffee Maker.
“Oh, satu lagi porsi ‘itu’ juga!”
Celine-san menatapku,
dan Tize menatap ke arahku dengan mata yang berkilau.
Aku menatap ke langit-langit,
menunggu tangan kananku menjawab. Tetapi tangan kananku tidak mengatakan apa
pun, karena sudah pasrah.
“......Ya, segera.”
Haruskah aku
memanfaatkan pengetahuan modernku dan menciptakan mixer listrik? Atau mungkin
aku harus menyegel menu ‘itu’.
Tize dan Celine-san
bersorak-sorai, dan memulai diskusi yang penuh semangat tentang kenikmatan
menyantap kudapan lembut di malam hari.
Café malam ini sama
gaduhnya seperti saat siang hari.
